Tantangan kuliah di Jerman apa aja sih?

Tantangan Kuliah di Jerman


Moin moin!
Setelah setahun kuliah di Friedrich-Schiller-Universität Jena, Jerman, aku mau sharing beberapa tantangan kuliah di Jerman nih. Mungkin tulisan ini bisa jadi inspirasi buat adik-adik yang punya mimpi untuk bisa kuliah di Jerman. Selain itu, aku juga ingin menyemangati kalian yang masih sama-sama berjuang kuliah di luar negri. Tantangannya pasti banyak dan tiap orang punya kesulitannya masing-masing. Aku cuman mau bilang: You’re not alone, let’s fight together!

1. Perbedaan Bahasa

Mungkin bahasa bisa menjadi tantangan paling utama dan paling krusial. Apalagi bahasa Jerman terkenal sangat sulit dan banyak sekali grammar yang aneh-aneh. Bayangin aja, kuliah dalam bahasa Indonesia aja belum tentu paham dengan materinya, apalagi kuliah dalam bahasa lain. Aku pribadi juga mengalami masalah ini. Saat ada tugas membuat makalah atau artikel, terkadang aku mengalami language barrier alias bingung dengan apa yang harus aku tulis. Mau tidak mau, aku harus berpikir dalam 4 bahasa: Indonesia, Jawa, Inggris, dan Jerman. Saat membaca buku bahasa Jerman, kepalaku langsung autotranslate ke bahasa Indonesia atau Jawa. Lalu kampusku juga menuntut untuk membaca buku dan literatur berbahasa Inggris, sehingga beberapa kata-kata keilmuan hanya kuketahui versi Inggrisnya.
 
Walaupun seperti itu, aku merasa masalah ini bisa menjadi hal positif jika dijalanin dengan enjoy. Jika kita bisa menjelaskan suatu materi dalam bahasa lain yang notabene bukan bahasa ibu kita, sudah pasti kita sangat menguasai materi tersebut. Pikiran kita juga bisa terlatih dan menjadi lebih terbuka dengan membaca literatur dari berbagai macam bahasa.
 
Gimana sih mengatasi kesulitan berbahasa asing? Aku ada beberapa tips nih:
(1) Perbanyak membaca buku dalam bahasa tersebut,
(2) Bergaul dengan native speaker,
(3) Latihan berbicara di depan publik atau setidaknya kelas,
(4) Menonton film atau mendengar musik dalam bahasa tersebut,
(5) Langsung mencari kata-kata yang tidak dimengerti dalam kamus beserta sinonim-sinonimnya,
(6) Jangan malu dan takut salah.
Hayo, ada saran lainkah dari kalian?
 
Oiya saran buat adik-adik yang masih sekolah dan ingin kuliah di Jerman: Belajarlah bahasa Jerman sedini mungkin dan jangan tunda-tunda! Kalian jangan berpikir „ah kann masih lama“. Lalu jangan hanya mengandalkan les atau kursus, kalian juga harus belajar sendiri di rumah. Apalagi di zaman modern ini sudah banyak cara untuk belajar: YouTube, buku, e-books, sosial media, dan masih banyak lagi.

2. Culture Shock

Nah ini juga sering banget jadi masalah utama. Hal yang kalian rasakan ketika awal-awal merantau pastilah homesick. Perbedaan budaya inilah yang bisa menjadi pemacu untuk homesick. Menurutku homesick itu berbeda dengan rasa kangen. Homesick itu terjadi ketika kita sudah pada tahap jenuh, sedih yang berlebihan, ingin menyerah, dan ingin pulang. Kalau rasa kangen kan perasaan yang normal. Siapa sih yang ngga kangen dengan keluarga yang jauh? Apalagi yang punya doi dan sedang menjalani LDR, udah pasti kangen deh! Heheheee...
 
Perbedaan budaya di Jerman apa aja sih? Sebenernya ada banyak banget. Aku coba rangkumin nih:
(1) Orang Jerman cenderung cuek dan to the point. Saking cueknya, bahkan terkadang kamu ngga kenal dengan teman sekelasmu sendiri. Bahkan kadang mereka tidak menyapa jika bertemu di jalan, jadinya ya harus kita dulu yang menyapa. Beda banget kan sama orang Indonesia yang terkenal ramah banget, kadang malah SKSD. Tapi jangan salah, kalau kalian udah berteman dengan orang Jerman, mereka bakal loyal banget ke kita loh! 
(2) Makanan yang membosankan. Di sini makanannya itu-itu doang dan bumbunya kurang nendang. Mungkin ini salah satu alasan bangsa Eropa menjajah Indonesia hehee. Pilihan buah-buahan dan sayur-sayuran juga sangatlah terbatas. Pokoknya masakan Indonesia the best lah!
(3) Jam buka toko-toko. Yaps, di sini hampir semua toko sudah tutup jam 9/10 malam. Bahkan di kota kecil banyak toko yang cuman buka sampai jam 8 malam. Lalu kalau kalian ingin berkunjung ke restoran atau kantor, kalian harus memperhatikan jam istirahatnya, karena selalu berbeda-beda dan sangat detail hingga hitungan menitnya. Oiya, hari Minggu tuh semua toko swalayan dan minimarket tutup! Jadi kalau kalian lupa belanja dan persediaan makanan habis, ya apes deh wkwkk.
(4) Budaya membereskan makanan sendiri ketika di kantin atau restoran. Jadi kalau kalian habis makan di restoran fastfood, kalian diwajibkan membereskan nampan dan membuang sampahnya sendiri. Patut dicontoh nih!
(5) Budaya tepat waktu. Tepat waktu bagi orang Jerman tuh sangatlah berharga. Kalian terlambat 5 menit saja bisa membuat mereka marah ke kamu. So, jangan telat woi!
(6) Pemisahan sampah. Orang Jerman tuh bersih banget, bahkan jenis-jenis sampah pun dipisah.

3. Self Discipline

Masalah ini bisa menjadi penghalang utama bagi para pelajar. Cukup banyak mahasiswa yang harus dengan berat hati pulang ke Indonesia karena gagal dalam studinya. Di Jerman sangatlah bebas, bahkan tidak ada sistem presensi-absensi di kampus. Kalian tidak diwajibkan untuk masuk kelas dan bertanggung jawab penuh atas proses studi kalian. Bahkan dalam satu kelas, murid yang hadir kurang dari 25% loh! Tapi jangan salah, perpustakaan dan taman kampus selalu penuh dengan mahasiswa yang sedang belajar. Nah mungkin banyak pelajar Indonesia yang tergoda untuk membolos, tapi waktunya digunakan justru untuk hal yang lain, seperti ngegame, nongkrong tanpa tujuan, ke bar, dll. Tidak sedikit juga mahasiswa Indonesia yang tergoda untuk melakukan pergaulan bebas dan narkoba, karena di sini secara hukum legal.
 
Sistem pendidikan di Indonesia menerapkan sistem forced discipline dan aku pribadi kurang setuju dengan sistem ini. Sejak kecil siswa-siswi dipaksa mengikuti aturan yang sangat tidak penting, seperti tidak boleh menggunakan jaket di kelas, rumus harus sama dengan guru, menggambar dua gunung dengan matahari di tengah, harus bisa semua pelajaran, harus hapal rumus, dll. Selain itu, sistem Ospek alias MOS alias MPLS juga sangatlah tidak efektif. Para senior membuat aturan yang tidak jelas dan tidak masuk akal dengan dalih “kalian harus belajar disiplin, hidup ini keras!”. Omong kosong! Efeknya apa sih? Ya ketika anak itu sudah dewasa, mereka menganggap aturan itu tidak penting, karena mereka flashback ke masa-masa sekolah dan berpikir: „Loh kalau aku melanggar tidak rugi kok“. Jadinya begitu deh, mayoritas orang Indonesia mengabaikan aturan yang sebenarnya penting. Mereka jadi hobi buang sampah sembarangan, melanggar aturan lalu lintas, budaya jam karet alias terlambat, korupsi, dan masih banyak lagi. Semua ini akibat kedisiplinan yang dipaksakan alias forced discipline, sehingga secara psikologis mereka akan membangkang ketika sudah dewasa dan memiliki kebebasannya sendiri.
 
Berbanding terbalik dengan Jerman dan negara maju lainnya, di sini diterapkan sistem self discipline sejak kecil, alias disiplin atas dasar kesadaran dan tanggung jawab pribadi. Kuliah tidak ada sistem presensi-absensi, tidak ada seragam sekolah dan seragam almamater, tidak ada senioritas, membereskan makanan sendiri ketika di kantin, bebas menggunakan rumus dan bahkan ketika ujian kami diperbolehkan membuka buku rumus. Rasa tanggung jawab dan kedisiplinan itu tumbuh bukan atas dasar paksaan.

4. Time Management

Para pelajar dituntut untuk bisa membagi waktu dengan baik. Apalagi banyak juga pelajar yang harus bekerja akibat mahalnya biaya hidup. Jika tidak bisa membagi waktu dengan baik, maka studi pun bisa terhambat karena keasyikan bekerja. Oiya gajinya besar loh walaupun sekedar menjadi buruh pabrik atau pelayan restoran. Untuk bisa membagi waktu dengan baik, tentukanlah skala prioritasmu!
 
Kalau aku pribadi membagi waktunya seperti ini nih. Kan sehari ada 24 jam, maka aku membagi jadi seperti ini: 7 jam tidur, 6 jam kuliah di kampus, 4 jam belajar mandiri, 2 jam bersosialisasi, 2 jam istirahat plus makan, 2 jam melakukan hobi, 1 jam untuk cadangan. Siapa tau bisa jadi acuan hehee. Yang penting harus konsisten dan jangan mikir „ah mager, ah nanggung gamenya, ah besok aja, ah nongkrong dulu“. Kebiasaan mendunda inilah yang membuat kelulusan kalian tertunda, lohhh, wkwkk. Coba belajar bagi waktu kalian deh, pasti terasa efeknya!

5. Pergaulan

Seperti sudah sedikit dibahas di atas, pergaulan di Jerman tuh beda banget dengan di Indonesia. Orang Jerman cenderung menarik diri dan bergaul dalam lingkungan pertemanan yang lebih kecil. Dalam hal berkomunikasi, mereka cenderung to the point. Contohnya kalau kalian melakukan kesalahan, mereka akan langsung ngomong dan tanpa basa-basi. Terkadang hal ini bisa membuat sakit hati jika kalian belum terbiasa.  Selain itu, kadang teman sekelas pun tidak akan menyapa atau bahkan tersenyum jika bertemu di jalan. Tipsnya sih, kalian harus melakukan pendekatan lebih dulu dan jangan malu-malu. Mereka sebenarnya ramah kok, cuman ya bisa dibilang the majority are very introvert.
 
Bahkan di Jerman ada tahapan pertemanan loh, singkatnya seperti ini: (1) Bekannte alias sekedar tahu, (2) Kommilitonen alias teman kelas atau kerja, (3) Freunde alias teman normal, (4) enge und beste Freunde alias teman dekat (sekitar 5 orang), (5) Kumpel alias sahabat (biasanya maksimal 3 orang).


Sebenarnya masih ada banyak tantangan lainnya. Lima hal di atas biasanya menjadi tantangan utama yang dirasakan oleh hampir setiap pelajar yang merantau ke negri orang. Buat kalian yang bercita-cita untuk kuliah di luar negri, persiapkanlah semuanya dengan matang dan cari tau kondisi budaya negara tujuan kalian! Buat kalian yang masih kuliah, keep fighting and never give up, you can do it! Buat kalian yang udah lulus, selamat yaaa, jadilah pribadi yang bisa menjadi berkat dan berguna untuk orang-orang di sekitarmu! 


"Tuhan memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tak berdaya.– Yesaya 40:29

Perjuangan meraih asa.

Komentar