Pengalaman Jadi Asisten Dosen di Jerman

Pengalaman Jadi Asisten Dosen di Jerman


Moin semuanya!

Kali ini aku mau sharing tentang pengalamanku jadi asisten dosen di Jerman nih. Sebelum itu, mungkin aku ceritain latar belakangnya dulu deh kenapa akhirnya aku bisa jadi asdos.

Dulu sewaktu masih sekolah, sebenarnya aku tidak bisa bicara di depan banyak orang. Isi kepalaku bisa blank total dan gugup, semacam demam panggung gitu deh. Lalu semenjak aku mendapatkan medali Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Kebumian, aku dipercaya oleh sekolahku untuk mengajar science club Kebumian. Itu adalah kali pertama aku mengajar. Namun tidak sampai sebulan, science club tersebut bubar karena sepi peminat. Jujur aku sempat down karena merasa gagal. Singkat cerita, aku dipanggil oleh SMAK 1 Penabur untuk mengajar science club mereka, tepatnya tanggal 21 Januari 2017 dan itu adalah hari pertama aku mengajar di luar sekolahku dan jadi salah satu pengalaman yang tak terlupakan. Awalnya aku masih cukup canggung karena aku minim pengalaman berbicara depan publik. Hingga suatu saat dinas pendidikan Jakarta memanggilku untuk mengajar Pelatda untuk persiapan anak-anak menghadapi OSN tingkat pra-provinsi. Aku cukup kaget karena pesertanya sekitar 100 orang. Tapi dari latihan-latihan tersebut aku mulai terbiasa untuk mengajar. Selain itu, aku juga pernah mengajar di SMAN 78 Jakarta, SMAN 19 Jakarta, SMAN 68 Jakarta, dan SMAN 2 Tangerang Selatan. Hingga kini pun aku masih aktif mengajar di Indonesia secara online.

21.01.2017 - Hari pertama mengajar di SMAK1 Penabur Jakarta

Oke, back to the topic. Semuanya berawal ketika semester dua kuliah. Pada saat itu aku meminta dua dosenku untuk membuatkan surat rekomendasi pengajuan beasiswa. Tentunya aku mengirimkan CV sebagai salah satu syarat pengajuan surat rekomendasi. Seminggu kemudian tiba-tiba profesorku mengirimkan surat rekomendasi beasiswa dan menawarkan aku untuk mengajar kelas latihan (Übung) dan kelas tambahan (Tutorium) mata kuliah “Introduction to Geosciences” untuk anak semester pertama di semester musim dingin. Aku sangat kaget karena aku tidak mendaftar untuk jadi asdos. Lagipula semua asdos yang lain itu mahasiswa tingkat atas dan bahkan master atau sedang studi doktoral. Awalnya aku ragu dan tidak langsung mengiyakan profesorku. Aku cukup tidak percaya diri karena aku masih semester dua dan Jerman bukanlah bahasa ibuku. Aku takut karena harus mengajar mahasiswa Jerman asli dengan bahasa Jerman. Setelah beberapa hari berpikir dan berdoa, akhirnya aku menerima tawaran tersebut.

Semester tiga. Hari pertama aku mengajar dalam bahasa Jerman cukup memorable. 10 menit pertama aku keringat dingin dan takut. Setelah lewat 10 menit itu, akhirnya aku mulai ada dalam flownya wkwkk. Dari hal yang aku amati, ada sebuah perbedaan mencolok antara murid-murid di Indonesia dengan di Jerman. Mahasiswa di Jerman sangat aktif di kelas. Ketika aku bertanya ke mereka, selalu ada yang berani menjawab dan mereka tidak malu kalau salah menjawab. Lalu di akhir sesi, mereka selalu bertanya banyak hal tentang materi kuliah. Pengalaman yang sangat menarik buatku. Jadi di kelas „Introduction to Geosciences ini aku mengambil alih kelas praktek batuan.

Semester empat. Di semester ini aku tidak mengajar. Namun, saat awal semester tiba-tiba ada profesor lain yang email menawarkanku untuk jadi asisten laboratorium Geologi Struktur. Tugasku untuk picking mineral Garnet dari batu yang sudah dihancurin jadi pasir. Jujur aja cukup membosankan sih karena aku harus duduk berjam-jam dan picking mineral kecil-kecil dengan menggunakan mikroskop. Aku memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak kerjanya.

Picking Garnet Minerals - Lab. Geologi Struktur

Semester lima. Lagi-lagi di semester ini aku mengajar kelas „Introduction to Geosciences”. Namun kali ini ada pengalaman lain yang unik. Jadi di bulan terakhir sebelum semester berakhir, dosen yang mengajar kelas tersebut sakit dan tidak ada penggantinya. Oiya waktu itu sedang pandemi, jadinya dosen-dosen lain mengambil cukup banyak kelas karena kuliah harus dibagi jadi kelas-kelas kecil. Beliau menunjukku untuk menggantikannya mengajar selama sebulan terakhir. Tanggung jawab yang sangat besar buatku waktu itu. Singkat cerita, beliau belum sembuh ketika memasuki minggu ujian. Lucunya, aku disuruh menggantikan dia untuk membuat soal ujian. Jadi aku yang membuat, mengawasi, dan memeriksa ujian untuk mata kuliah itu. Sebenarnya secara aturan tidak boleh, tapi karena memang kasus khusus dan situasi pandemi yang membuat kurang tenaga di kampus akhirnya aku diijinkan.

Semester enam. Ini adalah semester terakhirku. Awalnya aku hanya ingin fokus untuk menyusun Bachelor-Thesis. Namun, semua berubah ketika profesor Geofisika menawarkanku untuk menjadi asdos mata kuliah “Geophysics 1: Seismics and Gravimetry”. Jujur ini mata kuliah yang sangat sulit. Bahkan ketika semester dua aku memilih untuk tidak mengambil ujiannya dan mengundurnya ke semester empat karena merasa tidak mampu. Akhirnya aku menerima tawaran tersebut dan mengajar kelas latihannya (Übung). Di semester akhir ini aku sudah mengambil banyak mata kuliah matematika, fisika, dan geofisika, jadinya aku cukup percaya diri bisa mengajar kelas ini. Mata kuliah ini jadi salah satu mata kuliah yang tingkat pengunduran diri mahasiswanya paling tinggi. Awalnya 29 anak dan akhirnya hanya tersisa 18 anak yang ikut ujian. Jadi keinget dulu aku juga jadi salah satu anak yang mengundurkan diri wkwkk.

Gravimeter - Mata Kuliah Geofisika 1: Seismik dan Gravimeter

Jadi begitu deh pengalamanku jadi asdos di Jerman. Berawal dari anak yang tidak bisa berbicara di depan banyak orang, hingga akhirnya bisa mengajar dalam bahasa asing. Practice makes perfect! Aku tentunya tidak percaya diri dan takut, tetapi kalau aku tidak berani untuk melangkah, aku hanya akan stuck dan tidak bisa berkembang. Yang penting ambil langkah pertamanya dulu dan percayalah Tuhan akan menyertai di setiap langkah kita. Orang yang berani bukanlah orang yang tidak punya rasa takut, tetapi orang yang berani adalah orang yang siap untuk menghadapi rasa takutnya tersebut.


“ Lalu kata Musa kepada TUHAN: "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta;  bukankah Aku, yakni TUHAN? Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." ” – Keluaran 4:10-12


Perjuangan meraih asa.

Komentar